education of health
World Health
 
A.    PENGERTIAN

Penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh proses Arterosklerosis yang merupakan suatu kelainan degeneratif. Penyakit jantung koroner adalah terjadinya ketidakseimbangan antara suplai kebutuhan O2 miokard.

Penyakit jantung koroner terjadi akibat:

-          Penyempitan arteri koroner

-          Penurunan aliran darah / curah jantung (Cardiac Output)

-          Peningkatan kebutuhan O2 di miokardia

-          Spasme arteri koroner

Penyebab  utama yaitu arterosklerosis. Meskipun dipengaruhi oleh banyak faktor, karena kelainan degeneratif, maka sering menyebabkan kematian mendadak dan menyerang usia sangat produktif.

B.     ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Penyakit jantung koroner ditimbulkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 miokardium dan masuknya. Dikenal 2 keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen, yaitu:

1.      Hipokemia (iskemia), ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri koronaria) . Pada  iskemia terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi kejaringan berkurang dengan eliminasi metabolik yang ditimbulkannya (misal asam laktat) menurun juga, sehingga gejala akan lebih cepat muncul.

2.      Hipoksia (anoksia), disebabkan oleh kekurangan O2 dalam darah.

Sebenarnya masukan O2 untuk miokardium tergantung dari O2 dalam darah dan arteri koronernya. O2­ dalam darah tergantung dari O2 yang dapat diambil oleh darah. Jadi dipengaruhi oleh Hb, paru-paru dan O2 dalam udara pernafasan.

C.    MENIFESTASI KLINIK

Palpitasi merupakan manifestasi penyakit jantung koroner meskipun tidak spesifik. Manifestasi penyakit jantung koroner bervariasi tergantung pada derajat aliran darah arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan tidak akan menimbulkan keluhan / manifestasi klinik. Faktor yang mempengaruhi besar dan sifat arus koroner antara lain keadaan anatomi dan faktor mekanis, sistem autoregulasi dan tahanan perifer.

Adapun faktor pencetus yang menambah iskemia seperti, aktifitas fisik, stress,dll. Angina pektoris yang spesifik merupakan gejala utama dan khas bagi penyakit jantung koroner. Sesak nafas mulai dengan nafas terasa pendek sewaktu melakukan aktifitas yang cukup berat, makin lama sesak makin bertambah. Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi gagal jantung.

D.    PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik akan mendapatkan data yang sesuai dengan adanya faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner, misalnya hipertensi, hiperlipidemia, DM, merokok, usia, obesitas, keturunan. Pemeriksaan fisik, TTV, perfusi perifer (kulit, pulsasi arteri)

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Ekg

Dikerjakan waktu aktifitas sehari-hari 24 jam, waktu istirahat, ataupun waktu stress.

2.      Pemeriksaan radiologis thorax: Scanning Thalium

3.      Pemeriksaan Laboratorium: darah, ekokardiografi, kadar enzim, fungsi ginjal dan hati.

F.     PENATALAKSANAAN MEDIS

Pasien sebaiknya diberikan secara keseluruhan (holistik). Penatalaksanaan dibagi 2 macam, yaitu:

One.                     Umum

Yang dimaksud disini adalah:

-          Penjelasan menganai penyakit

-          Hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan O2 miokardium

-          Pengendalian faktor resiko

-          Pencegahan

-          Penunjang

Two.                    Mengenai iskemia yang terdiri dari:

-          Medikamentosa (obat-obatan)

-          Revaskularisasi

       Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Jantung Koroner

1.         Pengkajian

a.         Aktivitas dan istirahat

Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).

b.         Sirkulasi

Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.

Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia.

Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.

Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.

Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).

Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.

Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.

Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.

c.         Eliminasi

Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

d.        Nutrisi

Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.

e.         Hygiene perseorangan

Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.

f.          Neoru sensori

Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.

g.         Kenyamanan

Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.

Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.

Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.

h.         Respirasi

Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.

i.           Interaksi sosial

Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.

j.           Pengetahuan

Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.

k.         Studi diagnostik

ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda ciri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.

Enzym dan isoenzym pada jantung:  CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.

Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.

Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.

Analisa gas darah:  Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.

Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.

Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.

Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.

Exercise stress test:  Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.

2.         Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan

a.         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.

Rencana:

1.         Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.

2.         Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).

3.         Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.

4.         Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.

5.         Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.

6.         Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)

7.         Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.

b.         Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.

Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.

Rencana:

1.         Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.

2.         Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.

3.         Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden”  pada saat buang air besar.

4.         Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.

5.         Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.

c.         Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.

Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.

Rencana:

1.         Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).

2.         Kaji kualitas nadi.

3.         Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.

4.         Auskultasi suara nafas.

5.         Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.

6.         Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.

7.         Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.

d.        Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.

Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.

Rencana:

1.         Kaji adanya perubahan kesadaran.

2.         Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.

3.         Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.

4.         Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).

5.         Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).

6.         Monitor intake dan out put.

7.         Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.

e.         Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.

Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.

Rencana:

1.         Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).

2.         Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.

3.         Ukur intake dan output (balance cairan).

4.         Kaji berat badan setiap hari.

5.         Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.

6.         Sajikan makan dengan diet rendah garam.

7.         Kolaborasi dalam pemberian deuritika.



DAFTAR PUSTAKA

Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.

Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.

Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius Universitas Indonesia. Jakarta.

Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta.

Lewis T. (1993). Disease of The Heart. Macmillan. New York.

Marini L. Paul. (1991). ICU Book. Lea & Febriger. Philadelpia.

Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and It’sComplication.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan. Jakarta.

Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat. Pembina Ilmu. Bandung.

                    (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Penyakit Jantung. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya.

 
DEFENISI

CAD adalah penyakit pada arteri koroner dimana terjadi penyempitan atau sumbatan pada liang arteri koroner oleh karena proses atherosklerosis. Pada proses artherosklerosis terjadi perlemakan pada dinding arteri koroner yang sudah terjadi sejak usia muda sampai usia lanjut. Proses ini umumnya normal  pada setiap orang. Terjadinya infark dapat disebabkan beberapa faktor resiko, hal ini tergantung dari individu.

SIRKULASI KORONARIA

Dua arteri koronaria yang melayani miocardium muncul dari sinus katup aorta pada pangkal aorta. Sirkulasi koroner ini terdiri dari arteri koronaria kanan dan arteri koronaria kiri. Arteri koronaria kiri mempunyai dua cabang besar, arteria desendens anterior kiri dan arteria sirkumfleksa kiri. Arteria-arteria ini berjalan melingkari  jantung  dalam dua celah anatomi eksterna : suklus atrioventrikularis, yang melingkari jantung di antara atrium dan ventrikel, dan suklus interventrikularis yang memisahkan kedua ventrikel.

Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliput seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui akibat-akibat dari penyakit jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih dahulu distribusi arteria koronaria ke otot jantung dan sistem penghantar. Morbiditas dan dan mortalitas pada infark miokardia tergantung pada derajat gangguan fungsi yang ditimbulkannya, baik mekanis maupun elektris.

PATHOGENESIS

Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara aliran darah arteri koronaria dengan kebutuhan miokard. Pada CAD menunjukkan ketidakseimbangan antar aliran darah arterial dan kebutuhan miokardium.

Keseimbangan ini dipengaruhi oleh :

·         Aliran darah koroner

·         Kepekaan miokardium terhadap iskhemik

·         Kadar oksigen dalam darah

Aliran darah arterial yang berkurang hampir selalu disebabkan oleh arteriosklerosis.

Arteriosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteria koronaria sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah mokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahaan vaskuler yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar.Dengan demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen genting, mem bahayakan myokardium distal dan daerah lesi. Lesi yang bermakna  secara klinis, yang dapat menyebabkan iskemi dandisfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75 % lumen pembuluh darah. Langkah akhir prose patologis yang menimbulkan gangguan klinis dapat terjadi dengan cara berikut :

1.      Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran  plak.

2.      Perdarahan pada plak ateroma

3.      Pembentukan trombus yang diawali agregrasi trombosit

4.      Embolisasi trombus / fragmen plak

5.      Spsme arteria koronaria

Lesi-lesi arteroskleosis biasanya berkembang pada segmen epikardial proksimal dari arteria koronaria yaitu pada temapat lengkungan yang tajam, percabangan atau perlekatan. Pada tahap lebih lanjut lesi-lesi yang tersebar difus menjadi menonjol.

FAKTOR-FAKTOR RESIKO

Yang dapat dirubah:

Mayor:

Peningkatan lipid serum

Hipertensi

Merokok

Gangguan toleransi glukosa

Diet tinggi lemak jenuh, kelesterol dan kalori

Minor:

Gaya hidup yang kurang bergerak

Stress psikologik

Type kepribadian

Yang tidak dapat dirubah:

Usia

Jenis kelamin

Riwayat keluarga

Ras

GEJALA-GEJALA

·         Asimtomatik (tanpa gejala-gejala):

·         Simtomatik (dengan gejala-gejala) :

·         Sakit dada, bedebar-debar, sesak napas, pingsan.

·         Sakit dada

·         Angina pektoris (seperti rasa tertekan, berat, diremas, disertai cemas, keringat dingin, sesak napas)

·         Angina pektoris stabil (sakit dada sesudah melakukan kegiatan)

·         Angina Varian ( terjadi spontan umumnya sewaktu istirahat atau pada waktu aktifitas ringan. Biasanya terjadi akibat spasme pembuluh arteri koroner).

·         Angina Prisemental (sama dengan angina Varian)

·         Infark miokard ( nyeri yang hebat, seperti rasa tertekan, berat, diremas, disertai cemas, keringat dingin, sesak napas, mual, muntah)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

·         Hb / Ht

·         Hitung trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan

·         Elektrolit

·         Analisa Gas Darah  (ABGS) : Identifikasi status oksigen, efektifitas fungsi pernapasan, keseimbangan asam-basa

·         Pulse olimetri

·         BUN / Kreatinin

·         Glukosa

·         Amilase

·         Enzym

·         Chest X Ray

·         Elektrokardiografi (EKG)

·         Angiografi

PENGOBATAN

Pencegahan Primer

Tindakan pengobatan yang paling penting pada arterosklerosis koroner adalah pencegahan primer itu sendiri. Pencegahan dilakukan karena :

1.      Penyakit ini secra klinis baru terlihat nyata setelah ada suatu masa laten yang lama dengan perkembangan penyakit yang tidak bergejala pada awal masa dewasa. Lesi yang dianggap sebagai prekursor penyakit arterosklerosis ditemukan pada dinding arteri koroner pada anak-anak dan dewasa muda.

2.      Tidak ada terapi kuratif untuk penyakit arterosklerosis koroner. Begitu penyakit ini diketahui secara klinis, maka terapi hanya pal;iatif untuk mengurangi akibat dan konsekuensi klinis untuk memperlambat perkembangan.

3.      Konsekuensi penyakit arterosklerosis koroner, dapat sangat berbahaya. Infark miokard dapat terjadi tanpa atau dengan sedikit peringatan lebih dahulu, insiden kematian mendadak terjadi sangat tinggi, lebih dari separuh kemtian yang berkaitan dengan infark miokard terjadi pada jam-jam pertama infark, sebelum pasien dirawat di rumah sakit.

Arteosklerosis koroner merupakan salah satu penyebab utama kematian di Amerika serikat. Menurut American Heart Association, sekitar 524.000 kematian disebabkan karena infarka miokard pada tahun 1986.

Pengobatan

Tujuan pengobatan iskemia miokardium adalah memperbaiki ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium akan oksigen dan suplai oksigen.

·         Pengurangan kebutuhan oksigen

a. Pengurangan kerja jantung secara farmakologik:

·         Nitrogliserin

·         Pengahambat beta adrenergik

·         Digitalis

·         Diuretika

·         Vasodilator

·         Sedativa

·         Antagonis kalsium

b. Pengurangan kerja jantung secara fisik :

·         Tirah baring

·         Lingkungan yang tenang

·         Peningkatan suplai oksigen:

·         Nitrogliserin

·         Pemberian oksigen

·         Vasopresor

·         Antiaritmia

·         Antikoagulasiadan agenfibrinotik

·         Antagonis kalsium

Revascularisasi koroner

Aliran darah ke miokardium setelah suatu lesi arterosklerotis pada arteri koroner dapat diperbaiki dengan operasi untuk mengalihkan aliran dan bagian yang tersumbat dengan suatu cangkok pintas, atau dengan meningkatkan aliran di dalam pembuluh yang sakit melalui pemisahan mekanik serta kompresi atau pemakaian obat yang dapat melisiskan lesi.

 

Revascularisasi bedah (cangkok pintas = CABG)

Pembuluh standar yang dipakai dalam melakukan CABG adalah vena savena magna tungkai dan arteria mamae interna kiri dari rongga dada.

Pada pencangkokan pintas dengan vena savena magna, satu ujung dari vena ini disambung ke aporta asendens dan ujung lain ditempelkan pada bagian pembuluh darah sebelah distal dari sumbatan. Saluran baru ini dibuat untuk menghindari pembuluh darah yang mengalami penyempitan, sehingga darah dapat dialirkan ke miokardium yang bersangkutan.

 

PENGKAJIAN

Aktifitas

Dilaporkan :

·         Kelemahan umum

·         Tidak mampu melakukan aktifitas hidup

Ditandai dengan:

·         Tekanan darah berkisar antara 124/91 mmhg- 137/97 mmhg

·         Denyut nadi berkisar antara 100 - 112 x/menit

·         Pernapasan sekitar 16-20 x/menit

·         Terjadi perubahan sesuai dengan aktifitasnya dan rasa nyeri yang timbul sekali-sekali waktu batuk.

Sirkulasi

Dilaporkan :

·         Riwayat adanya Infark Miokard Akut, tiga atau lebih penyakit arteri koronaria, kelainan katub jantung, hipertensi

Ditandai dengan :

·         Tekanan darah yang tidak stabil, irama jantung teratur

·         Disritmia / perubahan EKG

·         Bunyi jantung abnormal : S3 / S4 murmur

·         Sianosis pada membran mukosa/kulit

·         Dingin  dan kulit lembab

·         Edema / JVD

·         Penurunan denyut nadi perifer

·         Perubahan status mental

Status Ego

Dilaporkan :

·         Merasa tak berdaya / pasrah

·         Marah / ketakutan

·         Ketakuatan akan kematian, menjalami operasi, dan komplikasi yang timbul

·         Takut akan perubahan gaya hidup atau fungsi peran

Ditadai dengan :

·         Kelemahan yang sangat

·         Imsomania

·         Ketegangan

·         Menghindari kontak mata

·         Menangis

·         Perubahan tekanan darah dan pola napas

Makan/minum

Dilaporkan :

·         Perubahan berat badan

·         Hilangnya nafsu makan

·         Nyeri abdomen, nausea/muntah

·         Perubahan frekwensi miksi/meningkat

Ditandai dengan :

·         Menurunnya BB

·         Kulit kering, turgor kulit menurun

·         Hipotensi postural

·         Bising usus menurun

·         Edem (umum, lokal)

Sensoris

Dilaporkan :

·         Sering pusing

·         Vertigo

Ditandai dengan :

·         Perubahan orientasi atau kadang berbicara tidak relefan

·         Mudah marah, tersinggung, apatis.

Nyeri / kenyamanan

Dilaporkan :

·         Nyeri dada/ angina

·         Nyeri post operasi

·         Ketidaknyamanan karena adanya luka oprasi

Ditandai dengan :

·         Post operatif

·         Wajah tapak kesakitan

·         Perilakau tidak tenang

·         Membatasi gerakan

·         Gelisah

·         Kelemahan

·         Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernapasan

Pernapasan

Dilaporkan :

·         Napas cepat dan pendek

·         Post operatif

·         Ketidakmampuan untuk batuk dan napas dalam

Ditandai dengan :

·         Post operatif

·         Penurunan pengembangan rongga dada

·         Sesak napas (normal karena torakotomi)

·         Tanpa suara napas (atelektasis)

·         Kecemasan

·         Perubahan pada ABGs / pulse axymetri

Rasa Aman

Dilaporkan :

·         Periode infeksi perbaikan katub

·         Ditandai dengan :

·         Post operati : peradarahan dari daerah dada atau berasal dari insisi daerah donor.

Penyuluhan
Dilaporkan :

  • Faktor resiko seperti diabetes militus, penyakit jantung, hipertensi, stroke
  • Penggunaan obat-obat kardivaskuler ya ng bervariasi
  • Memperbaiki kegagalan/kekurangan
DIAGNOSA KEPERAWATAN

·         Resiko tinggi penurunan kardiak output :

Faktor resiko :

·         Penurunan kontraktilitas miokardium sekunder akibat pembedahan dinding ventrikel, MI, respon pengobatan.

·         Penurunan preload (hipovolemia)

·         Penurunan dalan konduksi elektrikal (dysritmia)

·         Gangguan rasa nyaman:  nyeri (akut) sehubungan dengan

·         sternotomi (insisi mediastinum ) dan atau insisi pada daerah donor.

·         Miokardial iskemia (MI akut angina)

·         Peradangan pada jaringa atau edem

·         Trauma saraf pada intraoperatif

·         kecemasan, gelisahm, mudah tersinggung

·         Gangguanprilaku

·         Peningkatan denyut nadi

·         Perubahan peran sehubungan dengan :

Krisis situasi / proses penyembuhan

Ketidakpastian akan masa depan

Ditandai dengan :

·         Kemunduran/perubahan kemampuan fisik untuk mengembalikan peran

·         Perubahan peran yang sesuai / biasanya atau tanggung jawab

·         Perubahan dalam diri / persepsi lain terhadap perannya

·          Resiko tinggi tidak efektifnya jalan napas sehubungan dengan

·         Ventilasi yang tidak adekuat (nyeri/kelemahan otot)

·         Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (kehilangan darah)

·         Penurunan pengembangan paru (Atelektasis / pnemotorak / hematotorak).

·         Aktual  kerusakan/integritas kulit sehubungan dengan insisi pembedahan dan lokasi jahitan luka.

Ditandai dengan :

Luka / koyaknya permukaan kulit

·         Kurang pengetahuan tentang keadaan dan pemeliharaan post operasi sehubungan dengan kurang terbuka, mis interprestasi informasi, kurang daya ingat.

Ditandai dengan

·         Bertanya / meminta informasi

·         Mengungkapkan tentang masalahnya

·         Adanya kesalahpaham persepsi

·         Tidak adekuat mengikuti instruksi

 

DAFTAR PUSTAKA :

·         Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987.

·         Donna D, Marilyn. V, Medical Sugical Nursing, WB Sounders, Philadelpia 1991.

·         Marylin Doenges, Nursing Care Plans,F.A Davis Company, Philadelpia, 1984 

·         Sylvia Anderson Price, Ph D. R.N. dan L.Mc.Carty Wilson, Ph D. R.N, Pathofisiologi proses-proses penyakit, edisi I, Buku ke empat.  

 
Pengertian

Bedah jantung adalah : Usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung.

Operasi Jantung Dibagi Atas :

1.      Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal).

2.      Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.

Tujuan Operasi Jantung

Operasi jantung dikerjakan dengan tujuan baermacam-macam antara lain :

1.      Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada, misalnya penutupan ASD, Pateh VSD, Koreksi Tetralogi Fallot, Koreksi Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini dikerjakan terutama pada anak-anak (pediatrik) yang mempunyai kelainan bawaan.

2.      Operasi paliatif yaitu melakukan operasi sementara untuk tujuan mempersiapkan operasi yang definitif/total koreksi karena operasi total belum dapat dikerjakan saat itu, misalnya shunt aortopulmonal pada TOF, Pulmonal atresia.

3.      Repair yaitu operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang mengalami insufisiensi.

4.      Replacement katup yaitu operasi penggantian katup yang mengalami kerusakan.

5.      Bypass koroner yaitu operasi yang dikerjakan untuk mengatasi stenosis/sumbatan arteri koroner.

6.      Pemasangan inplant seperti kawat ‘pace maker’ permanen pada anak-anak dengan blok total atrioventrikel.

7.      Transplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang tidak mungkin diperbaiki lagi dengan jantung donor dari penderita yang meninggal karena sebab lain.

Diagnosis Penderita Penyakit Jantung

Untuk menetapkan suatu penyakit jantung sampai kepada suatu diagnosis maka diperlukan tindakan investigasi yang cukup. Mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik/jasmani, laboratorium, maka untuk jantung diperlukan pemeriksaan tambahan sebagai berikut :

1.      Elektrokardiografi (EKG) yaitu penyadapan hantaran listrik dari jantung memakai alat elektrokardiografi.

2.      Foto polos thorak PA dan kadang-kadang perlu foto oesophagogram untuk melihat pembesaran atrium kiri (foto lateral).

3.      Fonokardiografi

4.      Ekhocardiografi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai gelombang pendek dan pantulan dari bermacam-macam lapisan di tangkap kembali. Pemeriksaan ini terdiri dari M. mode dan 2 Dimentional, sehingga terlihat gambaran rongga jantung dan pergerakan katup jantung. Selain itu sekarang ada lagi Dopler Echocardiografi dengan warna, dimana dari gambaran warna yang terlihat bisa dilihat shunt, kebocoran katup atau kolateral.

5.      Nuklir kardiologi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai isotop intra vena kemudian dengan “scanner” ditangkap pengumpulan isotop pada jantung.

      Dapat dibagi :

      1. Perfusi myocardial dengan memakai Talium 201.

      2. Melihat daerah infark dengan memakai Technetium pyrophospate 99.

      3. Blood pool scanning.

6.      Kateterisasi jantung yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai kateter yang dimasukan ke pembuluh darah dan didorong ke rongga jantung. Kateterisasi jantung kanan melalui vena femoralis, kateterisasi jantung kiri melalui arteri femoralis.

      Pemeriksaan kateterisasi bertujuan :

a)      Pemeriksaan tekanan dan saturasi oksigen rongga  jantung, sehingga diketahui adanya peningkatan saturasi pada rongga jantung kanan akibat suatu shunt dan  adanya hypoxamia pada jantung bagian kiri.

b)      Angiografi untuk melihat rongga jantung atau pembuluh darah tertentu misalnya LV grafi, aortografi, angiografi koroner dll.

c)      Pemeriksaan curah jantung pada keadaan tertentu.

7.      Pemeriksaan enzym khusus, yaitu pemeriksaan enzym creati kinase dan fraksi CKMB untuk penentuan adanya infark pada keadaan “ unstable angin pectoris”.

Indikasi Operasi

1.      “Left to rigth shunt” sama atau lebih dari 1,5 (aliran paru dibandingkan aliran ke sistemik ³ 1,5).

2.      “Cyanotic heart disease “.

3.      Kelainan anatomi pembuluh darah besar dan koroner

4.      Stenosis katub yang berat (symtomatik).

5.      Regurgitasi katub yang berat (symtomatik)

6.      Angina pektoris kelas III dan IV menurut Canadian Cardiology Society (CCS).

7.      “Unstable angina pectoris”.

8.      Aneurisma dinding ventrikel kiri akibat suatu infark miokardium akut.

9.      Komplikasi akibat infark miokardium akut seperti VSD dan mitral regurgitasi yang berat karena ruptur otot papilaris.

10.  “Arrhytmia” jantung misalnya WPW syndrom.

11.  Endokarditis/infeksi katub jantung.

12.  Tumor dalam rongga jantung yang menyebabkan obstruksi pada katub misalnya myxoma.

13.  Trauma jantung dengan tamponade atau perdarahan.

Toleransi dan perkiraan resiko operasi

Toleransi terhadap operasi diperkirakan berdasarkan keadaan umum penderita yang biasanya ditentukan dengan klasifikasi fungsional dari New York Heart Association.

Klas   I    : Keluhan dirasakan bila bekerja sangat berat misalnya berlari.

Klas  II    : Keluhan dirasakan bila aktifitas cukup berat misalnya berjalan cepat.

Klas III   : Keluhan dirasakan bila aktifitas lebih berat dari pekerjaan sehari-hari.

Klas IV    : Keluhan sudah dirasakan pada aktifitas primer seperti untuk makan dan lain-lain sehingga penderita harus tetap berbaring ditempat tidur.

Waktu Terbaik (Timing) Untuk Operasi

Hal ini ditentukan berdasarkan resiko yang paling kecil. Misalnya umur yang tepat untuk melakukan total koreksi Tetralogi Fallot adalah pada umur 3 - 4 tahun.

Hal ini yaitu berdasarkan klasifikasi fungsional di mana operasi katub aorta karena suatu insufisiensi pada klas IV adalah lebih tinggi dibandingkan pada klas III. Hal ini adalah saat operasi dilakukan. Operasi pintas koroner misalnya bila dilakukan secara darurat resikonya 2 X lebih tinggi bila dilakukan elektif.

Pembagian Waktu dibagi atas :

1.      Emergensi yaitu operasi yang sifatnya sangat perlu untuk menyelamatkan jiwa penderita. Untuk bypass coroner hal ini dilakukan kapan saja tergantung persiapan yang diperlukan.

2.      Semi Elektif yaitu operasi yang bisa ditunda 2 - 3 hari atau untuk koroner dilakukan 3 X 24 jam setelah dilakukan kateterisasi jantung.

3.      Elektif yaitu operasi yang direncanakan dengan matang atas indikasi tertentu, waktunya lebih dari 3 hari.

Pemilihan Tehnik Operasi

Pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah :

1.      Apakah bisa dilakukan koreksi total

2.      Kalau tidak bisa dilakukan koreksi total karena keterbatasan umur dan anatomi/kelainan yang didapat maka harus dipilih tehnik operasi untuk membantu operasi definitif misalnya “ shunt “ pada Tetralogi Fallot.

3.      Apabila tidak bisa dilakukan koreksi total atau operasi definitif dengan resiko yang tinggi maka harus dipilih operasi untuk memperbaiki kwalitas hidup penderita tersebut misalnya “shunt” saja.

4.      “Repair” katub lebih diutamakan/dianjurkan dari pada “replacement”/penggantian katub yang rusak.

5.      Hasil-hasil dari kasus-kasus yang sudah dikerjakan orang lain.

Sayatan Operasi

1.      Mid Sternotomi

Posisi klien terlentang, kepala ekstensi dan daerah vertebra antara skapula kanan dan kiri diganjal secukupnya sehingga insisi cukup leluasa. Harus diperhatikan dalam setiap posisi :

a)      Seluruh daerah yang mengalami tekananan harus dilindungi dengan bantal atau karet busa misalnya kepala, daerah sakrum dan tumit.

             Tidak boleh ada barang-barang logam yang keras, kontak langsung dengan penderita sehingga dapat terjadi dekubitus.

b)      Pemasangan “lead EKG “, kateter urin, slang infus tidak boleh “kinking” dan melewati bawah kulit klien sehingga menimbulkan bekas.

c)      Pemasangan “plate kauterisasi” pada otot pinggul dan hati-hati terhadap N. ischiadicus yang berjalan di daerah sakrum dan penderita harus dihubungkan dengan kabel yang ke bumi.

d)     Posisi penderita harus difiksasi dengan stabil sehingga tidak mudah meluncur kalau meja operasi diputar atau tidak bergerak kalu dilakukan shock listrik.

Insisi kulit pada daerah median mulai dari atas suprasternal notch vertikal sampai 3 cm di bawah prosesus xyphoideus dengan pisau No. 24 bila klien dewasa, untuk bayi dan anak-anak dengan pisau No. 15.

Hemostasis dengan kauterisasi fasia sampai ligamen subra sternal dipotong, begitu juga prosesus xyphoideus ibelah dengan gunting kasar. Hemostasis dari vena yang melintang di atas prosesus xyphoideus harus baik.

Tulang sternum dibelah dengan gergaji listrik biasanya dari arah prosesus xypoideus ke atas dan saat itu paru-paru dikolapskan beberapa detik untuk menghindari terbukanya pleura.

Hemastasis pinggir sternum dengan kauter dan bila perlu gunakan bone wak.

Selanjutnya sisa-sisa kelenjar timus, didiseksi sampai vena inominata kelihatan bebas. Perikardium dibuka di tengah  atau agak ke kanan apabila akan digunakan untuk “patch” dan dilebarkan sedikit kearah lateral dibagian proksimal dan diafragma. Perikardium difixir ke pinggir luka sehingga jantung agak terangkat.

Apabila prosedur utama telah selesai dan dinding dada akan ditutup maka harus diyakini benar bahwa hemostasis terhadap semua bekas insisi dan jahitan telah aman, perikardium kalau perlu tidak usah ditutup rapat, dipasang drain untuk mengeluarkan sisa darah, sternum diikat dengan kawat. Harus diingat saat menutup sternum apakah ada pengaruh terhadap tekanan darah terutama kalau tekanan darah turun. Jahitan kulit subkutikuler/kutikuler dengan dexon.

2.      Torakotomi posterolateral

Sayatan ini biasanya untuk klien koarktasio aorta, PDA, shunt atau aneurisma aorta desenden. Posisi klien miring ke kanan dengan syarat-syarat seperti di atas.

Insisi kulit mulai dari garis aksila tengah ke posterior kira-kira 2 cm di bawah angulus inferior skapula dan prosesus spinosus vertebra. Kulit, subkutis, otot latisimus dorsi dipotong dengan hemostasis yang baik dengan kauter dan otot seratus anterios hanya dibelah dan dipotong pada insertionya.

Rongga toraks dibuka pada sela iga ke 4 dengan diseksi di bagian atas iga ke V untuk menghindari pembuluh darah. Setelah selesai rongga toraks ditutup dengan mengikat iga dengan jahitan absorbable dan selanjutnya otot diapraksimasi kembali seperti aslinya dan kulit dijahit subkutikuler.

3.      Torakotomi Anterolateral

Posisi penderita terlentang dan bagian kiri diganjal sedikit sehingga lebih tinggi / miring 45 °. Insisi pada sela iga ke V. Pendekatan ini untuk emergensi karena luka tusuk jantung dengan tamponade atau hanya perikardiotomi banding pulmonalis.

Persiapan penderita prabedah.

Setelah penderita diputuskan untuk operasi maka perlu dipersiapkan agar operasi dapat berlangsung sukses. Persiapan terdiri dari  :

a)      Persiapan mental

      Menyiapkan klien secara mental siap menjalani operasi, menghilangkan kegelisahan menghadapi operasi. Hal ini ditempuh dengan cara wawancara dengan dokter bedah dan kardiolog tentang indikasi operasi, keuntungan operasi, komplikasi operasi dan resiko operasi. Diterangkan juga hal-hal yang akan dialami/akan dikerjakan di kamar operasi dan ICU dan alat yang akan dipasang, juga termasuk puasa, rasa sakit pada daerah operasi dan kapan drain dicabut.

b)     Persiapan medikal

  1. Obat-obatan
·         Semua obat-obatan antikoagulan harus dihentikan 1 minggu sebelum operasi (minimal 3 hari sebelum operasi).

·         Aspirin dan obat sejenis dihentikan 1 minggu sebelum operasi.

·         Digitalis dan diuretik dihentikan 1 hari sebelum operasi.

·         Antidiabetik diteruskan dan bila perlu dikonversi dengan insulin injeksi selama operasi.

·         Obat-obat jantung diteruskan sampai hari operasi.

·         Antibiotika hanya diberikan untuk propilaksis dan diberikan waktu induksi anestesi di kamar operasi, hanya diperlukan test kulit sebelum operasi apakah ada alergi.

  1. Laboratorium 1 hari sebelum operasi antara lain  :
·         Hematologi lengkap + hemostasis.

·         LFT.

·         Ureum, Creatinin.

·         Gula darah.

·         Urine lengkap.

·         Enzim CK dan CKMB untuk CABG.

·         Hb  S Ag.

·         Gas darah.

Bila ada kelainan hemostasis atau faktor pembekuan harus diselidiki penyebabnya dan bila perlu operasi ditunda sampai ada kepastian bahwa kelainan tersebut tidak akan menyebabkan perdarahan pasca bedah.

3.      Persiapan darah untuk operasi.

Permintaan darah ke PMI terdiri dari  :

Packad cell                    :  750 cc

Frash Frozen Plasma     :  1000 cc

Trombosit                     :   3 unit.

Permintaan darah ke PMI minimal 24 jam sebelum operasi elektif dan tentu tergantung persediaan darah yang ada di PMI saat itu.

4.      Mencari infeksi fokal.

Biasanya dicari gigi berlobang atau tonsilitis kronis dan ini konsultasikan ke bagian THT dan gigi. Kelainan kulit seperti dermatitis dan furunkolosis/bisul harus diobati dan juga tidak dalam masa inkubasi/infeksi penyakit menular.

5.      Fisioterapi dada.

Untuk melatih dan meningkatkan fungsi paru selama di ICU dan untuk mengajarkan bagaimana caranya mengeluarkan sputum setelah operasi untuk mencegah retensi sputum. Bila penderita diketahui menderita asthma dan penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) maka fisioterapi harus lebih intensif dikerjakan dan kadang-kadang spirometri juga membantu untuk melihat kelainan yang dihadapi. Bila perlu konsultasi ke dokter ahli paru untuk problem yang dihadapi.

6.      Perawatan sebelum operasi.

Saat ini perawatan sebelum operasi dengan persiapan yang matang dari poliklinik maka perawatan sebelum operasi dapat diperpendek misalnya 1 - 2 hari sebelum operasi. Hal ini untuk mempersiapkan mental klien dan juga supaya tidak bosan di Rumah Sakit.

Perawatan pasca bedah

Perawatan pasca bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU. Untuk mengetahui problem pasca bedah dianjurkan untuk mengetahui problem penderita pra bedah sehingga dapat diantisipasi dengan baik.

Misalnya problem pernapasan, diabetes dan lain-lain.

Perawatan pasca bedah dibagi atas  :

1.      Perawatan di ICU.

a)      Monitoring Hermodinamik.

Setelah penderita pindah di ICU maka timbang terima antara perawat yang mengantar ke ICU dan petugas/perawat ICU yang bertanggung jawab terhadap penderita tersebut : Dianjurkan setiap penderita satu perawat yang bertanggung jawab menanganinya selama 24 jam. Pemantauan yang dikerjakan harus secara sistematis dan mudah :

·         CVP,  RAP,  LAP,

·         Denyut jantung.

·         “Wedge presure” dan PAP.

·         Tekanan darah.

·         Curah jantung.

·         Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung dosisnya, rutenya dan lain-lain.

·         Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pach jantung dll.

b)      EKG

Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel dll.  Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali dalam sehari dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila ada perubahan irama dasar jantung yang membahayakan.

c)      Sistem pernapasan

Biasanya penderita dari kamar operasi masih belum sadar dan malahan diberikan sedasi sebelum ditransper ke ICU. Sampai di ICU segera respirator dipasang dan dilihat :

·         Tube dan ukuran yang diapakai, melalui mulut / hidung.

·         Tidak volume dan minut volume, RR, Fi O 2, PEEP.

·         Dilihat aspirat yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya normal, kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru ; bila perlu dibuat kultur.

d)     Sistem neurologis

Kesadaran dilihat dari/waktu penderita mulai bangun atau masih diberikan obat-obatan sedatif pelumpuh otot.  Bila penderita mulai bangun maka disuruh menggerakkan ke 4 ektremitasnya.

e)      Sistem ginjal

Dilihat produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat hemolisis  dan lain-lain. Pemerikasaan ureum / kreatinin bila fasilitas memungkinkan harus dikerjakan.

f)       Gula darah

Bila penderita adalah dabet maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam dan bila tinggi mungkin memerlukan infus insulin.

g)      Laboratorium  :

Setelah sampai di ICU perlu diperiksa   :

·         HB, HT, trombosit.

·         ACT.

·         Analisa gas darah.

·         LFT / Albumin.

·         Ureum, kreatinin, gula darah.

·         Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner.

h)      Drain

Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana mungkin bisa diketahui. Jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan maka observasi dikerjakan tiap ½ jam. Atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 200 cc untuk penderita dewasa tiap jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan muingkin memerlukan  retorakotomi untuk menghentikan perdarahan.

i)        Foto thoraks

Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat ke CVP, Kateter Swan Ganz. Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan dengan problem yang dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai. Umumnya bila fungsi jantung normal, penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan begitu juga ekstratubasi beberapa jam setelah pasca bedah.

j)        Fisioterapi.

Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan ventilator. Bila sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputum (napas dalam, vibrilasi, postural drinase).

2.    Perawatan setelah di ICU / di Ruangan.

Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua organ terus dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU adalah pada hari ke dua pasca bedah. Umumnya pemeriksaan hematologi rutin dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium LFT, Enzim CK dan CKMB.

Hari ke 3 lihat keadaan dan diperiksa antara lain :

·         Elektrolit thrombosis.

·         Ureum

·         Gula darah.

·         Thoraks foto

·         EKG  12 lead.

Hari ke 4  : lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi.

Hari ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak.

Hari ke 6  -  10 pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis.

Obat - obatan  : Biasanya diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk akan mengganggu pernapasan klien.  Obat-obat lain seperti anti hipertensi, anti diabet, dan vitamin harus sudah dimulai, expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk mengeluarkan sputum yang banyak sampai hari ke 7 atau sampai klien pulang.

Perawatan luka, dapat tertutup atau terbuka.  Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, lekositosis, maka luka harus dibuka jahitannya sehuingga nanah yang ada bisa bebas keluar. Kadang-kadang perlu di kompres dengan antiseptik supaya nanah cepat kering. Bila luka sembuh dengan baik jahitan sudah dapat di buka pada hari ke delapan atau sembilan pasca bedah. Untuk klien yang gemuk, diabet kadang-kadang jahitan dipertahankan lebih lama untuk mencegah luka terbuka.

Fisioterapi, setelah klien exstubasi maka fisioterapi harus segera dikerjakan untuk mencegah retensi sputum yang akan menyebabkan problem pernapasan. Mobilisasi di ruangan mulai dengan duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berjalan disekitar tempat tidur, berjalan ke kamar mandi, dan keluar dari ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau oleh perawat.

world health